MENCARI RIDHO ALLOH SWT.
Pages
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
About Me
- BIC080538
- BAHASA INDONESIA FKIP UNIBBA
SINTA
NIM : B1A080538
BAHASA INDONESIA
FKIP-UNIBBA
Statistik
Followers
JANGAN SEPELEKAN DOSA KECIL
Dikalangan ulama dan kaum muslimin bahwa dosa itu terbagi menjadi dua macam; kabair (dosa-dosa besar) dan shaghair (dosa-dosa kecil). Walau demikian ada juga sebagian ulama yang tidak melihat adanya pembagian seperti ini, namun menganggap bahwa seluruh kemaksiatan dan penyelewangan dari jalan Allah adalah dosa besar karena merupakan keberanian dan kelancangan dihadapan Allah. Orang yang mengatakan demikian karena melihat betapa besarnya hak Allah atas hamba-hamba-Nya. Ada diantara ulama yang mengatakan: "Suatu dosa dianggap kecil hanya lantaran jika dibandingkan dengan dosa lain yang lebih besar, jika tidak tentulah semua dosa itu besar adanya. "Namun pendapat ini lemah sebab Allah sendiri telah membagi dosa dalam dua bagian yaitu fawahisy/ kabair dan al lamam/shaghair sebagaimana firmanNya:
"(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil (QS An Najm: 32)
Jadi pendapat yang benar -wallahu a'lam - adalah bahwa dosa itu terbagi menjadi dua; besar dan kecil. Dan kabair tidaklah terbatas dengan suatu bilangan tertentu namun apa saja yang dilarang oleh Allah dan disertai dengan ancaman Neraka, murka, laknat, adzab atau berhadapan dengan sanksi hadd (hukuman berat yang telah ditentukan jenisnya) di dunia maka itulah kabair, dan yang yang selain demikain maka tergolong shaghair(ithaf as saadah al muttaqin 10/ hal 615-616).
Berubahnya dosa kecil menjadi dosa besar
Imam Ibnul Qayyim pernah berkata: "Dosa-dosa besar biasanya disertai dengan rasa malu dan takut serta anggapan besar atas dosa tersebut, sedang dosa kecil biasanya tidak demikian. Bahkan yang biasa adalah bahwa dosa kecil sering disertai dengan kurangnya rasa malu, tidak adanya perhatian dan rasa takut, serta anggapan remeh atas dosa yang dilakukan, padahal bisa jadi ini adalah tingkatan dosa yang tinggi (tahdzib madarij as salikin hal 185-186). Dengan demikian maka dosa kecil dapat berubah menjadi besar dengan adanya faktor-faktor yang memperbesarnya, yaitu:
"(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil (QS An Najm: 32)
Jadi pendapat yang benar -wallahu a'lam - adalah bahwa dosa itu terbagi menjadi dua; besar dan kecil. Dan kabair tidaklah terbatas dengan suatu bilangan tertentu namun apa saja yang dilarang oleh Allah dan disertai dengan ancaman Neraka, murka, laknat, adzab atau berhadapan dengan sanksi hadd (hukuman berat yang telah ditentukan jenisnya) di dunia maka itulah kabair, dan yang yang selain demikain maka tergolong shaghair(ithaf as saadah al muttaqin 10/ hal 615-616).
Berubahnya dosa kecil menjadi dosa besar
Imam Ibnul Qayyim pernah berkata: "Dosa-dosa besar biasanya disertai dengan rasa malu dan takut serta anggapan besar atas dosa tersebut, sedang dosa kecil biasanya tidak demikian. Bahkan yang biasa adalah bahwa dosa kecil sering disertai dengan kurangnya rasa malu, tidak adanya perhatian dan rasa takut, serta anggapan remeh atas dosa yang dilakukan, padahal bisa jadi ini adalah tingkatan dosa yang tinggi (tahdzib madarij as salikin hal 185-186). Dengan demikian maka dosa kecil dapat berubah menjadi besar dengan adanya faktor-faktor yang memperbesarnya, yaitu:
1. Terus-menerus dalam melakukannya
Hal ini karena pengaruh kerasnya jiwa dan adanya raan (bercak) didalam hati, maka dari sini ada qaul mengatakan: "Tak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan tak ada dosa besar jika diiringi istighfar. "Ucapan ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu berdasarkan atsar yang saling menguatkan satu dengan yang lain (ithaf as-sa'adah al-muttaqin 10/687).
2. Anggapan remeh atas dosa tersebut
Rasulullah saw telah bersabda:
"Berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat membinasakannya." (HR ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath). Rijal dalam dua riwayat ini shahih semuanya kecuali Imran bin Dawir Al Qaththan namun dia dapat dipercaya, demikian kata Imam Al Haitsami dalam Majma' Az Zawaid 10/192.
Ibnu Mas'ud Radhiallaahu 'anhu pernah berkata: "Seorang mukmin melihat suatu dosa seakan-akan ia duduk dibawah gunung dan takut jikalau gunung itu menimpanya dan orang fajir (pendosa) melihat dosa bagaikan lalat yang lewat didepan hidungnya seraya berkata "begini", Ibnu Syihab menafsirkan: yakni berisyarat (mengebutkan) tangannya didepan hidung untuk mengusir lalat.
Suatu ketika shahabat Anas Radhiallaahu 'anhu pernah berkata kepada sebagian tabi'in: "Sesungguhnya kalian semua melakukan suatu perbuatan yang kalian pandang lebih kecil dari pada biji gandum padahal di masa Nabi saw kami menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat membinasakan. "(riwayat Al Bukhari). Di sini bukan berarti Anas mengatakan bahwa dosa besar dimasa Rasulullah dihitung sebagai dosa kecil setelah beliau wafat, namun itu semata-mata karena pengetahuan para shahabat akan keagungan Allah yang lebih sempurna. Makanya dosa kecil bagi mereka-jika sudah dikaitkan dengan kebesaran Allah- akan menjadi sangat besar. Dan dengan sebab ini pula maka suatu dosa akan dipandang lebih besar jika dilakukan orang alim dibandingkan jika pelakunya orang jahil, bahkan bagi orang awam boleh jadi suatu dosa dibiarkan begitu saja (dimaklumi) karena ketidaktahuannya yang mana itu tentu tidak berlaku bagi orang alim dan arif. Atau dengan kata lain bahwa besar kecilnya suatu dosa sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan dan keilmuan pelakunya (ithaf as-sa'adah al-muttaqin 10/690).
Tapi meski bagaimanapun seseorang seharusnya dituntut untuk menganggap besar suatu dosa, sebab jika tidak demikian maka tidak akan lahir rasa penyesalan. Adapun jika menganggap besar atas suatu dosa maka ketika melakukannya akan disertai dengan rasa sesal. Ibarat orang yang menganggap uang receh tak bernilai, maka ketika kehilangan ia tak akan bersedih dan menyesalinya. Namun ketika yang hilang adalah dinar (koin emas) maka tentu ia akan sangat menyesal dan kehilangannya merupakan masalah yang besar.
Perasaan menganggap besar terhadap dosa muncul karena tiga faktor:
- Menganggap besar atas suatu perintah (apapun ia).
- Menganggap besar Dzat atau orang yang memerintah.
- Keyakinan akan benarnya balasan.
3. Merasa senang dan bangga dengan dosa
Seperti seorang pelaku dosa berkata: "Andaikan saja engkau tahu bagaimana aku mempermalukan si fulan, dan bagaimana aku membuka aib dan keburukannya sehingga nampak jelas semua!" Atau misal yang lain: "Seandainya kamu melihat bagaimana aku memukul dia dan menghinakannya!"
Orang ini sudah begitu lupa dengan kejelekan dosa sehingga malah senang tatkala dapat melampiaskan keinginan-nya yang terlarang. Dan perasaan senang terhadap suatu kemaksiatan menunjukkan adanya keinginan untuk melakukannya, sekaligus menunjukkan ketidaktahuannya dengan Dzat yang ia maksiati, buruknya akibat dan besarnya bahaya kemaksiatan. Rasa senang dengan dosa telah menutupi semua itu, dan senang dengan suatu dosa lebih berbahaya daripada dosa itu sendiri. Sebab. orang yang berbuat suatu dosa namun sebenarnya tidak senang dengan perbuatan itu maka ia akan segera menghentikannya. Sedangkan rasa senang dengan dosa akan menimbulkan keinginan untuk terus melakukannya.
Jika kealpaan dan kelalaian semacam ini telah begitu parah maka akan menyeretnya untuk melakukan dosa tersebut secara terus menerus, merasa tenang dengan perbuatan salah dan bertekad untuk terus melakukannya. Dan ini adalah jenis lain dari dosa yang jauh lebih berbahaya daripada dosa yang ia lakukan sebelumnya.
4. Meremehkan "tutup dosa" dan kesantunan Allah
Yaitu ketika pelaku dosa kecil terbuai dengan kemurahan Allah dalam menutupi dosa. Ia tidak sadar bahwa itu adalah penangguhan dari Allah untuk-nya. Bahkan ia menyangka bahwa Allah sangat mengasihinya dan memberi perlakuan lain kepadanya, sebagaimana yang Allah kabarkan kepada kita tentang para pemuka agama kaum Yahudi yang berkata: "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasihnya." Juga firman Allah:
"Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu" Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali."(QS. Al-Mujadilah: 8)
5. Membongkar dan menceritakan dosa yang telah ditutupi oleh Allah
Seseorang yang melakukan dosa kecil dan telah ditutupi oleh Allah namun ia sendiri malah kemudian menampakkan dan menceritakannya maka dosa kecil itu justru menjadi berlipat karena telah tergabung beberapa dosa. Ia telah mengundang orang untuk mendengarkan dosa yang ia kerjakan, dan bisa jadi akan memancing orang yang mendengar untuk ikut melakukannya. Maka dosa yang tadinya kecil dengan sebab ini bisa berubah menjadi lebih besar.
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
" Seluruh umatku akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al mujahirun), termasuk terang-terangan dalam dosa ialah seorang hamba yang melakukan dosa dimalam hari lalu Allah menutupinya ketika pagi, namun ia berkata: "Wahai fulan aku tadi malam telah melakukan perbuatan begini dan begini!" (HR Muslim, kitabuz zuhd)
6. Jika pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan atau dikenal keshalihannya
Yang demikian apabila ia melakukan dosa itu dengan sengaja, disertai kesombongan atau dengan mempertentangkan antara nash yang satu dengan yang lain maka dosa kecilnya bisa berubah menjadi besar. Tetapi lain halnya jika melakukannya karena kesalahan dalam ijtihad, marah atau yang semisalnya maka tentunya itu dimaafkan. (Dari Al-'Ibadat Al-Qalbiyah, Dr. Muhammad bin Hasan bin Uqail Musa Asy-Syarif)
Cara Mempertebal Iman
Allah SWT mengumpamakan iman yang kuat seperti pohon yang akarnya menghunjam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, berdaun lebat, dan selalu berbuah. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (Laa Ilaha Illallah) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke atas langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim 14 : 24-25)
Strategi agar iman tetap dalam keadaan kokoh yaitu,
Pertama Muhasabatunnafsi,
Strategi agar iman tetap dalam keadaan kokoh yaitu,
Pertama Muhasabatunnafsi,
melakukan introspeksi diri dan mengidentifikasi apa saja kekurangan, kelemahan, dan kealfaan kita, lalu memperbaikinya dengan sungguh-sungguh. Apabila melakukan amal keburukan, cepatlah bertaubat dengan memperbanyak istighfar yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai amal kebajikan yang Allah ridoi.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Hasyr/59: 18).
Kedua Dengan Riyadhah Ruhiyah,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Hasyr/59: 18).
Kedua Dengan Riyadhah Ruhiyah,
yaitu dengan latihan membiasakan melakukan amalan-amalan sunnah seperti shaum sunah, shalat Dhuha, Shalat Tahajud, Shalat Witir, dan amalan–amalan sunah lainnya yang berfungsi untuk menyuburkan ruhiyah, sehingga senantiasa merasakan kehadiran Allah dalam hidup.
Ketiga Tadabbur Quran,
Ketiga Tadabbur Quran,
yaitu membaca, memahami, menghayati, serta mengamalkan Al Quran. Syukur-syukur kita bisa mengajarkannya.
Usman bin ‘Affan r.a., berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik dari kalian adalah yang mempelajari Al Quran, kemudian mengajarkannya.” (H.R. Bukhari).
Al Quran adalah kitab Allah sebagai petunjuk bagi manusia. Apabila menemukan fenomena-fenomena yang menimbulkan keraguan, maka solusinya adalah dengan mentadabburi Al Quran.“Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah 2: 2).
Dengan tadabbur Quran, hati menjadi bercahaya karena Al Quran berfungsi sebagai cahaya (penerang) bagi orang yang dalam kegelapan, yang diliputi oleh keragu-raguan, kebimbangan dalam menjalani kehidupan, sehingga mendapatkan kemampuan membedakan dengan jelas mana yang benar dan mana yang batil. “Mengapa mereka tidak mentadabburi (memperhatikan) Al Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad 47: 24)
Keempat, dzikrullah (banyak mengingat Allah).
Dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram. Ketentraman itu terasa dari jiwa ihsan, yaitu merasakan Allah selalu melihatnya sehingga setiap aktivitasnya senantiasa ada dalam tataran fitrahnya (mengikuti petunjuk Allah), yaitu ada dalam situasi tentram dan damai, penuh keimanan yang merupakan cahaya didalam menjalani kehidupannya.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Ahzab 33: 41-43).
Kelima, Memperbanyak do’a.
Memohon pertolongan Allah agar hidup senantiasa ada dalam petunjuk-Nya, senantiasa berada dalam jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang telah mendapatkan anugerah nikmat-Nya seperti para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para siddiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman-teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S. An-Nisa 4: 69).
Keenam, mencintai fakir miskin dan anak yatim.
Abu Hurairah r.a. bercerita, sseseorang melaporkan kepada Rasulullah saw. tentang kegersangan qalbu yang dialaminya. Beliau saw., menegaskan, “Bila engkau mau menghidupkan qalbumu, beri makanlah orang-orang miskin dan cintai anak yatim.” (H.R. Ahmad).
Mencintai mereka diaplikasikan dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilandasi tujuan membahagiakan fakir, miskin, dan yatim sebagai ekspresi dari jiwa syukur atas anugerah kenikmatan Allah.
Syukur adalah aktivitas yang lahir dari keyakinan bahwa harta yang dimilikinya adalah titipan Allah yang harus dipergunakan secara proporsional sesuai yang dikehendaki-Nya. Allah akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur.
Semakin banyak membahagiakan orang lain, akan semakin banyak kenikmatan hidup yang akan diraih. “...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim/14: 7).
Itulah di antara strategi agar iman tetap kokoh. Sehingga iman yang kita miliki dapat diibaratkan seperti pohon yang kokoh, berdaun rindang, berbuah lebat, dapat dijadikan tempat berteduh, bersandar, dan berlindung orang-orang yang kepanasan dan kecapean. Apabila ada angin atau badai datang menimpanya, pohon tersebut akan tetap kokoh berdiri tegak, elegan, gagah, indah, dan mempesona.
Wallahu A’lam.
Usman bin ‘Affan r.a., berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik dari kalian adalah yang mempelajari Al Quran, kemudian mengajarkannya.” (H.R. Bukhari).
Al Quran adalah kitab Allah sebagai petunjuk bagi manusia. Apabila menemukan fenomena-fenomena yang menimbulkan keraguan, maka solusinya adalah dengan mentadabburi Al Quran.“Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah 2: 2).
Dengan tadabbur Quran, hati menjadi bercahaya karena Al Quran berfungsi sebagai cahaya (penerang) bagi orang yang dalam kegelapan, yang diliputi oleh keragu-raguan, kebimbangan dalam menjalani kehidupan, sehingga mendapatkan kemampuan membedakan dengan jelas mana yang benar dan mana yang batil. “Mengapa mereka tidak mentadabburi (memperhatikan) Al Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad 47: 24)
Keempat, dzikrullah (banyak mengingat Allah).
Dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram. Ketentraman itu terasa dari jiwa ihsan, yaitu merasakan Allah selalu melihatnya sehingga setiap aktivitasnya senantiasa ada dalam tataran fitrahnya (mengikuti petunjuk Allah), yaitu ada dalam situasi tentram dan damai, penuh keimanan yang merupakan cahaya didalam menjalani kehidupannya.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Ahzab 33: 41-43).
Kelima, Memperbanyak do’a.
Memohon pertolongan Allah agar hidup senantiasa ada dalam petunjuk-Nya, senantiasa berada dalam jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang telah mendapatkan anugerah nikmat-Nya seperti para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para siddiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman-teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S. An-Nisa 4: 69).
Keenam, mencintai fakir miskin dan anak yatim.
Abu Hurairah r.a. bercerita, sseseorang melaporkan kepada Rasulullah saw. tentang kegersangan qalbu yang dialaminya. Beliau saw., menegaskan, “Bila engkau mau menghidupkan qalbumu, beri makanlah orang-orang miskin dan cintai anak yatim.” (H.R. Ahmad).
Mencintai mereka diaplikasikan dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilandasi tujuan membahagiakan fakir, miskin, dan yatim sebagai ekspresi dari jiwa syukur atas anugerah kenikmatan Allah.
Syukur adalah aktivitas yang lahir dari keyakinan bahwa harta yang dimilikinya adalah titipan Allah yang harus dipergunakan secara proporsional sesuai yang dikehendaki-Nya. Allah akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur.
Semakin banyak membahagiakan orang lain, akan semakin banyak kenikmatan hidup yang akan diraih. “...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim/14: 7).
Itulah di antara strategi agar iman tetap kokoh. Sehingga iman yang kita miliki dapat diibaratkan seperti pohon yang kokoh, berdaun rindang, berbuah lebat, dapat dijadikan tempat berteduh, bersandar, dan berlindung orang-orang yang kepanasan dan kecapean. Apabila ada angin atau badai datang menimpanya, pohon tersebut akan tetap kokoh berdiri tegak, elegan, gagah, indah, dan mempesona.
Wallahu A’lam.
Diposkan oleh diarta wijaya di 23:26
10 PERKARA MEMBATALKAN KEIMANAN
Pertama :
Diantara sepuluh hal yang membatalkan keislaman tersebut adalah mempersekutukan Allah swt. ( syirik ) dalam beribadah.
Allah swt. berfirman:
] إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء[ سورة النساء، الآية : 116
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Y tidak mengampuni dosa syirik(menyekutukan ) kepadaNya, tetapi mengampuni dosa selain itu, kepada orang – orang yang dikehendakinya “.( Annisa’ ayat : 116)
Allah Y berfirman:
] إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأواه النار وما للظالمين من أنصار[ سورة المائدة : 72.
Artinya: “ sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya, dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka, dan tiada seorang penolong pun bagi orang – orang zhalim” .( Al- Maidah : 72).
Dan di antara perbuatan kemusyrikan tersebut adalah ; meminta do’a dan pertolongan kepada orang- orang yang telah mati, bernadzar dan menyembelih korban untuk mereka.
Kedua :
Berkeyakinan ada kekuatan lain selain kekuatan Allah swt., berdoa kepadanya, meminta pertolongan, bahkan bertawakkal ( berserah diri ) kepada perantara tersebut.
Orang yang melakukan hal itu, menurut ijma’ ulama ( kesepakatan) para ulama, adalah musyrik, dan ada yang mengatakan telah keluar dari Islam alias kafir.
Ketiga :
Tidak menganggap kafir orang- orang musyrik, atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan konsep mereka. Orang yang demikian ini adalah kafir.
Keempat :
Berkeyakinan bahwa tuntunan selain tuntunan Nabi Muhammad r lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa hukum selain dari beliau lebih baik, seperti ; mereka yang mengutamakan aturan - aturan thaghut (aturan – aturan manusia yang melampaui batas serta menyimpang dari hukum Allah ), dan mengesampingkan hukum Rasulullah r , maka orang yang berkeyakinan demikian adalah kafir.
Kelima :
Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah r , meskipun ia sendiri mengamalkannya. Orang yang sedemikian ini adalah kafir. Karena Allah Y telah berfirman :
] ذلك بأنهم كرهوا ما أنزل الله فأحبط أعمالهم [ سورة محمد, الآية : 9.
Artinya :Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang di turunkan oleh Allah Y, maka Allah Y menghapuskan (pahala ) segala amal perbuatan mereka”. ( Muhammad : 9).
Keenam:
Memperolok–olok sesuatu dari ajaran Rasulullah r, atau memperolok – olok pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan agama Allah Y, maka orang yang demikian menjadi kafir, karena Allah Y telah berfirman :
] قل أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزئون لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم [ سورة التوبة، الآية : 65-66.
Artinya : “ katakanlah ( wahai Muhammad ) terhadap Allah kah dan ayat – ayat Nya serta RasulNya kalian memperolok – olok ? tiada arti kalian meminta maaf, karena kamutelah kafir setelah beriman “ . (At- Taubah : 65- 66).
Ketujuh :
Sihir di antaranya adalah ilmu guna-guna yang merobah kecintaan seorang suami terhadap istrinya menjadi kebencian, atau yang menjadikan seseorang mencintai orang lain, atau sesuatu yang di bencinya dengan cara syaitani.dan orang yang melakukan hal itu adalah kafir, karena Allah Y telah berfirman :
] وما يعلمان من أحد حتى يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر[ سورة البقرة، الآية : 102.
Artinya :” Sedang kedua malaikat itu tidak mengajarkan (suatu sihir) kepada seorangpun, sebelum mengatakan: sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir “.( Al-Baqarah : 102.
Kedelapan:
Membantu dan menolong orang – orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin. Allah Y berfirman:
] ومن يتولّهم منكم فإنه منهم إن الله لا يهدي القوم الظالمين [ سورة المائة، الآية : 51.
Artinya : “ Dan barang siapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani ) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang tersebut termasuk golongan mereka. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang – orang yang zhalim” .( Al- Maidah: 51).
Kesembilan :
Berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Nabi Muhammad r , maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir. Allah Y berfirman :
] ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين [ سورة آل عمران: 85.
Artinya:” Barang siapa menghendaki suatu agama selain Islam, maka tidak akan diterima agama itu dari padanya, dan ia di akhirat tergolong orang- orang yang merugi”.( Ali- Imran: 85).
Kesepuluh :
Berpaling dari ِِAgama Allah Y; dengan tanpa mempelajari dan tanpa melaksanakan ajarannya. Allah Y berfirman :
( ومن أظلم ممن ذكر بآيات ربه ثم أعرض عنها إنَّا من المجرمين منتقمون[ سورة السجدة : 22.
Artinya : “ Tiada yang lebih zhalim dari pada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat – ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling dari padanya. Sesungguhnya kami minimpakan pembalasan kepada orang yang berdosa “. ( As- Sajadah : 22).
Dalam hal- hal yang membatalkan keislaman ini , tak ada perbedaan hukum antara yang main-main, yang sungguh- sunnguh ( yang sengaja melanggar ) ataupun yang takut, kecuali orang yang di paksa. Semua itu merupakan hal- hal yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Maka setiap muslim hendaknya menghindari dan takut darinya. Kita berlindung kepada Allah Y dari hal- hal yang mendatangkan kemurkaan Nya dan kepedihan siksaanNya. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada makhluk Nya yang terbaik, para keluarga dan para sahabat beliau. Dengan ini maka habis dan selesai kata-katanya. Rahimahullah.
Diposkan oleh Marhadi Muhayar, Lc., M.A. (Silahkan menukil dengan menyebut sumbernya) di 00:37
INDAHNYA CINTA KARENA ALLOH
Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?
Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”
Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
Tapi, ingatlah wahai saudariku fillah, jangan sampai kita tergelincir oleh tipu daya syaithon ketika mereka membisikkan ke dada kita “utamakanlah saudaramu dalam segala hal, bahkan bila agama mu yang menjadi taruhannya.” Saudariku fillah, hendaklah seseorang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. Misalkan seorang laki-laki datang untuk sholat ke masjid, dia pun langsung mengambil tempat di shaf paling belakang, sedangkan di shaf depan masih ada tempat kosong, lalu dia berdalih “Aku memberikan tempat kosong itu bagi saudaraku yang lain. Cukuplah aku di shaf belakang.” Ketahuilah, itu adalah tipu daya syaithon! Hendaklah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan agama kita. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS... Al-Baqoroh: 148)
Berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan agama, bukan dalam urusan dunia. Banyak orang yang berdalih dengan ayat ini untuk menyibukkan diri mereka dengan melulu urusan dunia, sehingga untuk belajar tentang makna syahadat saja mereka sudah tidak lagi memiliki waktu sama sekali. Wal iyadzu billah. Semoga Allah menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang seperti itu.
Wujudkanlah Kecintaan Kepada Saudaramu Karena Allah
Mari kita bersama mengurai, apa contoh sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai bukti mencintai sesuatu bagi saudara kita yang juga kita cintai bagi diri kita.
Mengucapkan Salam dan Menjawab Salam Ketika Bertemu
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidak maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Pada hakekatnya ucapan salam merupakan do’a dari seseorang bagi orang lain. Di dalam lafadz salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh” terdapat wujud kecintaan seorang muslim pada muslim yang lain. Yaitu keinginannya agar orang yang disapanya dengan salam, bisa memperoleh keselamatan, rahmat, dan barokah. Barokah artinya tetapnya suatu kebaikan dan bertambah banyaknya dia. Tentunya seseorang senang bila ada orang yang mendo’akan keselamatan, rahmat, dan barokah bagi dirinya. Semoga Allah mengabulkan do’a tersebut.
Bertutur Kata yang Menyenangkan dan Bermanfaat
Dalam sehari bisa kita hitung berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sekedar berkumpul-kumpul dan ngobrol dengan teman... Seringkali obrolan kita mengarah kepada ghibah/menggunjing/bergosip. Betapa meruginya kita. Seandainya, waktu ngobrol tersebut kita gunakan untuk membicarakan hal-hal yang setidaknya lebih bermanfaat, tentunya kita tidak akan menyesal. Misalnya, sembari makan siang bersama teman kita bercerita, “Tadi shubuh saya shalat berjamaah dengan teman kost. Saya yang jadi makmum. Teman saya yang jadi imam itu, membaca surat Al-Insan. Katanya sih itu sunnah. Memangnya apa sih sunnah itu?” Teman yang lain menjawab, “Sunnah yang dimaksud teman anti itu maksudnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang disunnahkan untuk membaca Surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at.” Lalu, teman yang bertanya tadi pun berkata, “Ooo… begitu, saya kok baru tahu ya…” Subhanallah! Sebuah makan siang yang berubah menjadi “majelis ilmu”, ladang pahala, dan ajang saling memberi nasehat dan kebaikan pada saudara sesama muslimah.
Mengajak Saudara Kita Untuk Bersama-Sama Menghadiri Majelis ‘Ilmu
Dari obrolan singkat di atas, bisa saja kemudian berlanjut, “Ngomong-ngomong, kamu tahu darimana kalau membaca surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at itu sunnah?” Temannya pun menjawab, “Saya tahu itu dari kajian.” Alhamdulillah bila ternyata temannya itu tertarik untuk mengikuti kajian, “Kalau saya ikut boleh nggak? Kayaknya menyenangkan juga ya ikut kajian.” Temannya pun berkata, “Alhamdulillah, insyaAllah kita bisa berangkat sama-sama. Nanti saya jemput anti di kost.”
Saling Menasehati, Baik Dengan Ucapan Lisan Maupun Tulisan
Suatu saat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya tentang aibnya kepada shahabat yang lain. Shahabat itu pun menjawab bahwa dia pernah mendengar bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu memiliki bermacam-macam lauk di meja makannya. Lalu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pun berkata yang maknanya ‘Seorang teman sejati bukanlah yang banyak memujimu, tetapi yang memperlihatkan kepadamu aib mu (agar orang yang dinasehati bisa memperbaiki aib tersebut. Yang perlu diingat, menasehati jangan dilakukan didepan orang banyak. Agar kita tidak tergolong ke dalam orang yang menyebar aib orang lain. Terdapat beberapa perincian dalam masalah ini -pen).’ Bentuk nasehat tersebut, bukan hanya secara lisan tetapi bisa juga melalui tulisan, baik surat, artikel, catatan saduran dari kitab-kitab ulama, dan lain-lain.
Saling Mengingatkan Tentang Kematian, Yaumil Hisab, At-Taghaabun (Hari Ditampakkannya Kesalahan-Kesalahan), Surga, dan Neraka
Sangat banyak orang yang baru ingin bertaubat bila nyawa telah nyaris terputus. Maka, diantara bentuk kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah saling mengingatkan tentang kematian. Ketika saudaranya hendak berbuat kesalahan, ingatkanlah bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita mati. Dan kita pasti tidak ingin bila kita mati dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah Ta’ala.
Tidak ada ruginya bila kita banyak mengutamakan saudara kita. Selama kita berusaha ikhlash, balasan terbaik di sisi Allah Ta’ala menanti kita. Janganlah risau karena bisikan-bisikan yang mengajak kita untuk “ingin menang sendiri, ingin terkenal sendiri”. Wahai saudariku fillah, manusia akan mati! Semua makhluk Allah akan mati dan kembali kepada Allah!! Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Maka, melakukan sesuatu untuk Dzat Yang Maha Kekal tentunya lebih utama dibandingkan melakukan sesuatu sekedar untuk dipuji manusia. Bukankah demikian?
Janji Allah Ta’Ala Pasti Benar !
Saudariku muslimah -semoga Allah senantiasa menjaga kita diatas kebenaran-, ketahuilah! Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kemuliaan di Akhirat. Terdapat beberapa Hadits Qudsi tentang hal tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang bercinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat (artinya: “Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.” Do’a ini diucapkan Rasulullah bila beliau mendapatkan hal yang menyenangkan). Allah Ta’aala menyediakan bagi kita lahan pahala yang begitu banyak. Allah Ta’aala menyediakannya secara cuma-cuma bagi kita. Ternyata, begitu sederhana cara untuk mendapat pahala. Dan begitu mudahnya mengamalkan ajaran Islam bagi orang-orang yang meyakini bahwa esok dia akan bertemu dengan Allah Rabbul ‘alamin sembari melihat segala perbuatan baik maupun buruk yang telah dia lakukan selama hidup di dunia. Persiapkanlah bekal terbaik kita menuju Negeri Akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dan orang-orang yang kita cintai karena Allah di Surga Firdaus Al-A’laa bersama para Nabi, syuhada’, shiddiqin, dan shalihin. Itulah akhir kehidupan yang paling indah…
Penulis: Ummul Hasan
Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
BELAJAR BERSABAR
Rasulullah, Nabi Muhammad Saw yang mulia pernah mengatakan bahwa sabar adalah bagian dari iman. Firman Allah dalam Al-Quran tentang perntingnya memiliki sifat sabar.
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS Az-Zumar,10)
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga serta bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung."(QS Ali Imran: 200).
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah ) dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang khusyu." (QS Al-Baqarah,45)
Aku meresapi kembali ayat-ayat Al-Quran itu. Ah... bersikap sabar itu memang tidak mudah, apalagi ketika menghadapi persoalan berat atau merasa didzalimi oleh orang lain. Tapi itulah ujian bagi umat manusia. Ujian atas keimanannya. Bukankah Allah Swt juga mengatakan, belum sempurna iman seseorang sebelum Ia mengujinya.
BERBAHASA YANG BAIK DAN BENAR
Bangsa Indonesia merupakan bahasa Indonesia yang berkududukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai lambang idendtitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan dan sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
Keberhasilan bangsa Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara tak terlepas dari perjuangan pemuda generasi tahun 20-an melalui ikrar Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting sebab melibatkan kepentingan kehidupan nasional dan generasi muda.
Sumpah Pemuda merupakan jaringan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang berkaitan erat dan memiliki hubungan timbal balik.
Tiga unsur tersebut adalah :
- bertanah air satu tanah air Indonesia
- berbangsa satu bangsa Indonesia
- menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Tiga unsur tersebut adalah :
- bertanah air satu tanah air Indonesia
- berbangsa satu bangsa Indonesia
- menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Masalah pembinaan bahasa Indonesia adalah masalah yang menyangkut pemeliharaan bahasa Indonesia. Sedangkan salah satu wujud pembinaan bahasa Indonesia adalah terselenggaranya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah masalah nasional Indonesia.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang cocok dengan situasi pemakaiannya. Ada dua situasi pemakaian bahasa, yaitu situasi resmi dan tidak resmi.
Situasi resmi adalah situasi kebahasaan yang berkaitan dengan masalah kedinasan, keilmuan, berbicara di depan umum dan berbicara dengan orang dihormati misalnya mengajar, surat-menyurat, membuat laporan, karya ilmiah, berbicara dengan atasan dan guru. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, perlu menggunakan bahasa baku.
Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian bahasa dalam pergaulan sehari-hari dengan masalah pokok keseharian. Obrolan di warung, tawar-menawar di pasar adalah contoh situasi kebahasaan tidak resmi. Pada situasi seperti ini, bahasa hanyalah merupakan alat komunikasi. Asal lawan bicara memahami maksud pembicaraan memadailah bahasa tersebut. Penyimpangan kaidah bukanlah hal yang tercela benar, asal pelanggaran tidak mengubah makna. Bahkan penyisipan bahasa asing atau daerah bukanlah suatu hal yang tidak mustahil.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah bahasa Indonesia (baku). Menurut Suwito, ada beberapa ciri kebahasaan ragam baku antara lain kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman kepada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang cocok dengan situasi pemakaiannya. Ada dua situasi pemakaian bahasa, yaitu situasi resmi dan tidak resmi.
Situasi resmi adalah situasi kebahasaan yang berkaitan dengan masalah kedinasan, keilmuan, berbicara di depan umum dan berbicara dengan orang dihormati misalnya mengajar, surat-menyurat, membuat laporan, karya ilmiah, berbicara dengan atasan dan guru. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, perlu menggunakan bahasa baku.
Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian bahasa dalam pergaulan sehari-hari dengan masalah pokok keseharian. Obrolan di warung, tawar-menawar di pasar adalah contoh situasi kebahasaan tidak resmi. Pada situasi seperti ini, bahasa hanyalah merupakan alat komunikasi. Asal lawan bicara memahami maksud pembicaraan memadailah bahasa tersebut. Penyimpangan kaidah bukanlah hal yang tercela benar, asal pelanggaran tidak mengubah makna. Bahkan penyisipan bahasa asing atau daerah bukanlah suatu hal yang tidak mustahil.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah bahasa Indonesia (baku). Menurut Suwito, ada beberapa ciri kebahasaan ragam baku antara lain kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman kepada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar pemakaian bahasa Indonesia-nya baik dan benar :
- memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia
- memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi.
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar pemakaian bahasa Indonesia-nya baik dan benar :
- memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia
- memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi.
Karena itu, sebagai wujud penghargaan dan perhormatan terhadap pahlawan bangsa yang telah mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda, marilah kita tumbuh kembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
REFERENCE: http://www.opensubscriber.com/message/zamanku@yahoogroups.com/7885139.html
Langganan:
Komentar (Atom)
